Jakarta – Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Penyelenggara Pemilu dan Pemerintahan (LP3KP), Olivia Pamela Dumatubun, menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengecualikan empat distrik dalam rekapitulasi ulang perolehan suara Pilkada Puncak Jaya 2024. Menurutnya, keputusan ini berpotensi mencederai prinsip demokrasi dan merugikan hak konstitusional pemilih.
Dalam putusannya, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan rekapitulasi ulang di 22 distrik, namun mengecualikan Distrik Mulia, Distrik Lumo, Distrik Tingginambut, dan Distrik Gurage dari proses tersebut. Langkah ini memunculkan pertanyaan besar mengenai dasar hukum pengecualian suara di empat distrik tersebut serta dampaknya terhadap legitimasi hasil pemilu.
Potensi Pelanggaran Prinsip Demokrasi dan Hak Konstitusional
Olivia Pamela Dumatubun menegaskan bahwa pengecualian suara dari empat distrik tanpa alasan hukum yang jelas dapat merampas hak politik pemilih yang telah memberikan suara secara sah.
“Prinsip utama pemilu yang demokratis adalah menghormati setiap suara rakyat. Jika suara dari empat distrik ini dikeluarkan tanpa dasar hukum yang kuat, maka ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber dan Jurdil),” ungkapnya dalam pernyataan resmi, Senin (24/02/2025).
Lebih lanjut, Olivia menyoroti potensi pelanggaran terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Jika tidak terdapat bukti kuat mengenai pelanggaran serius di empat distrik tersebut, maka keputusan untuk mengabaikan suara mereka berpotensi menjadi bentuk penghilangan hak pilih yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
Implikasi Terhadap Legitimasi Hasil Pemilu
Selain aspek konstitusional, Olivia juga mengingatkan bahwa pengecualian ini dapat berimbas pada legitimasi Pilkada Puncak Jaya secara keseluruhan. Jika suara dari empat distrik tidak diperhitungkan, maka keabsahan hasil akhir pemilu dapat dipersoalkan.
“Setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menentukan pemimpin daerahnya. Jika terdapat distrik yang dikecualikan tanpa alasan yang sah, maka keabsahan hasil pemilu menjadi dipertanyakan dan dapat menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, pemilu harus dijalankan berdasarkan prinsip kesetaraan suara, di mana tidak boleh ada diskriminasi terhadap wilayah tertentu dalam proses rekapitulasi suara.
Kebutuhan Akan Transparansi dan Akuntabilitas
Olivia juga meminta KPU dan Bawaslu untuk memberikan penjelasan resmi mengenai dasar pengecualian suara dari empat distrik tersebut. Transparansi dalam setiap tahapan pemilu, katanya, merupakan kunci utama untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
“Kami mendesak penyelenggara pemilu untuk menjelaskan secara terbuka alasan mengapa empat distrik ini dikecualikan dari rekapitulasi ulang. Jika tidak ada landasan hukum yang kuat, maka keputusan ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia,” tandasnya.
Lebih lanjut, Olivia menekankan bahwa berdasarkan Pasal 112 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2023, pengecualian suara hanya dapat dilakukan jika terdapat bukti kuat mengenai pelanggaran yang berdampak signifikan terhadap hasil pemilu. Oleh karena itu, jika tidak ada bukti konkret yang menunjukkan kecurangan yang serius, suara dari empat distrik tersebut seharusnya tetap diperhitungkan dalam hasil akhir pemilu.
Rekomendasi: Langkah Hukum dan Pengawasan Ketat
Sebagai langkah strategis, LP3KP merekomendasikan beberapa upaya untuk memastikan integritas pemilu tetap terjaga:
1. Mendesak KPU dan Bawaslu untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai alasan pengecualian suara di empat distrik.
2. Mendorong transparansi penuh dalam proses rekapitulasi ulang di 22 distrik sebagaimana diperintahkan oleh MK.
3. Jika ditemukan indikasi ketidakadilan dalam keputusan pengecualian suara, pihak yang dirugikan dapat mengajukan keberatan ke Bawaslu atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
4. Memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu diawasi oleh lembaga independen dan masyarakat sipil guna mencegah potensi penyimpangan.
“Kami akan terus mengawal proses pemilu ini agar tetap berjalan sesuai prinsip demokrasi. Keputusan yang berpotensi merugikan salah satu pihak tanpa dasar hukum yang kuat harus ditinjau kembali demi menjaga keadilan dan kredibilitas pemilu,” pungkas Olivia.
Dengan dinamika yang masih berkembang, publik kini menunggu langkah konkret dari KPU, Bawaslu, dan para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa Pilkada Puncak Jaya berlangsung demokratis, transparan, dan akuntabel.