Goma, 29 Januari 2025 – Ketegangan yang telah lama melanda Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) kembali mencuat, menyusul serangan besar-besaran yang dilakukan oleh kelompok pemberontak M23. Pemberontak berhasil merebut sejumlah wilayah strategis, termasuk sebuah bandara penting di kawasan timur Kongo, memaksa ribuan warga meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan.
Akar Konflik yang Berakar Panjang
Peningkatan konflik kali ini tak lepas dari sejarah panjang instabilitas di Kongo. Kelompok M23, yang dikenal dengan nama Gerakan 23 Maret, dibentuk lebih dari satu dekade lalu dengan dalih ketidakpuasan terhadap pemerintah Kongo. Mereka mengklaim pemerintah gagal memenuhi perjanjian damai yang disepakati sebelumnya, khususnya terkait reintegrasi mantan pejuang mereka ke dalam militer nasional.
Namun, konflik ini lebih dari sekadar pemberontakan lokal. Di belakangnya, terdapat persaingan tajam atas sumber daya alam yang melimpah, termasuk cadangan mineral seperti kobalt dan emas. Tidak hanya itu, tuduhan pemerintah Kongo bahwa Rwanda mendukung M23 semakin memperkeruh situasi, meskipun Rwanda berulang kali membantah keterlibatan tersebut.
Dampak Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan
Konflik terbaru ini memicu krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Dalam hitungan minggu, lebih dari 150.000 orang dilaporkan terpaksa mengungsi, banyak di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Organisasi kemanusiaan melaporkan bahwa kondisi di kamp-kamp pengungsian sangat memprihatinkan, dengan keterbatasan akses terhadap makanan, air bersih, dan fasilitas kesehatan.
“Anak-anak adalah korban utama dari kekerasan ini,” ujar seorang perwakilan dari organisasi Save the Children. “Banyak dari mereka kehilangan akses pendidikan, menghadapi risiko malnutrisi, dan rentan terhadap eksploitasi.”
Respons Internasional yang Masih Terbatas
Meskipun komunitas internasional telah menyerukan gencatan senjata, upaya mediasi belum membuahkan hasil signifikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui misi stabilisasinya (MONUSCO), telah meningkatkan langkah-langkah perlindungan bagi warga sipil. Namun, upaya ini masih jauh dari cukup mengingat skala dan kompleksitas konflik.
Bantuan kemanusiaan juga menjadi tantangan besar. Jalanan yang tidak aman dan kurangnya dana membuat distribusi bantuan sangat lambat, sementara jumlah pengungsi terus bertambah setiap hari.
Masa Depan Perdamaian Kongo
Konflik di Kongo tidak hanya membutuhkan solusi militer, tetapi juga pendekatan yang menyentuh akar permasalahan. Ketidakadilan ekonomi, ketegangan etnis, dan pengelolaan sumber daya alam yang tidak merata harus segera diatasi untuk mencegah siklus kekerasan yang terus berulang.
Upaya diplomatik, baik dari negara-negara tetangga maupun aktor internasional, diharapkan mampu membuka jalan menuju dialog damai yang lebih komprehensif. Namun, tanpa komitmen nyata dari semua pihak yang terlibat, konflik ini berpotensi terus meluas dan menciptakan penderitaan berkepanjangan bagi warga sipil.
Sementara itu, masyarakat internasional harus mempercepat bantuan kemanusiaan untuk mengurangi dampak krisis ini, sembari mendorong langkah-langkah untuk menyelesaikan konflik secara berkelanjutan. Kongo, dengan segala kekayaannya, layak mendapatkan masa depan yang damai dan stabil.