Jayapura – Selama beberapa dekade, Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua diterapkan dengan janji memberikan kesempatan yang lebih besar bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemerintahan. Namun, kenyataannya, UU Otsus Papua justru gagal memberikan manfaat yang signifikan bagi OAP, terutama dalam hal hak politik dan keterwakilan di pemerintahan.
Banyaknya kasus ketidakadilan dalam proses politik, seperti rendahnya jumlah OAP yang terpilih dalam jabatan strategis di pemerintahan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, merupakan bukti nyata bahwa UU Otsus belum efektif. Penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang seharusnya didominasi oleh OAP, sering kali justru diwarnai oleh proses politik yang tidak transparan dan cenderung memarginalkan OAP. Kondisi ini semakin diperparah dengan praktik-praktik diskriminatif dalam seleksi pejabat daerah, di mana OAP sering kali kalah bersaing dengan non-OAP yang lebih memiliki akses dan sumber daya.
Selain itu, hak-hak OAP dalam menentukan arah pembangunan di Papua juga seringkali diabaikan. Meski UU Otsus Papua memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah, pada kenyataannya, keputusan-keputusan strategis yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Papua masih ditentukan oleh pusat. Hal ini menciptakan ketimpangan kekuasaan yang melanggengkan ketidakadilan dan memperkuat pandangan bahwa OAP hanyalah objek, bukan subjek dalam proses pembangunan.
Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat bersatu menuntut evaluasi total terhadap UU Otsus Papua. Evaluasi ini harus menyasar pada perbaikan mekanisme yang memungkinkan OAP benar-benar memiliki hak politik yang setara dan keterwakilan yang adil dalam pemerintahan. Tidak cukup hanya sekadar memberikan otonomi, tetapi juga harus memastikan bahwa otonomi tersebut benar-benar bermakna dan menguntungkan bagi masyarakat asli Papua.
Saatnya pemerintah mendengarkan suara Orang Asli Papua, mengakhiri ketidakadilan, dan memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam kebijakan ini. Hanya dengan demikian, rasa keadilan yang telah hilang dapat ditegakkan kembali, dan OAP dapat memperoleh hak-haknya yang selama ini diabaikan.
Oleh: Toenjes Swansen Maniagasi, Direktur Eksekutif Komunitas Demokrasi Papua