Jakarta – Usulan Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, dalam kegiatan retreat Kepala Daerah di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/2/2025) bahwa perlu ada regulasi khusus penggunaan dana desa di enam (6) provinsi di Papua menarik untuk diangkat pada level diskursus dan kajian yang lebih mendalam.
Meki Nawipa mnyebut dana desa di Papua dominan digunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Lebih kepada pembagian dana desa secara tunai untuk denda adat, maskawin, dan berbagai praktik yang tidak sesuai dengan aturan dan semangat UU Desa.
Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria & Sumber Daya Alam (PPASDA) Muhammad Irvan Mahmud Asia menilai keresahan Meki Nawipa sangat beralasan.
Para pihak terkait terutama Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan ke enam Gubernur dan para Bupati mesti duduk bersama untuk membahas tuntas isu tersebut.
“Sejak dana desa bergulir tahun 2015, anggaran dana desa terus naik per tahunnya dan sampai 2024 total mencapai Rp 610 triliun. Namun demikian, pendapatan asli desa (PADes) justru menyusut, dari Rp 10 triliun pada 2014 menjadi Rp 3,22 triliun pada 2023”, tegas Irvan dalam siaran pers, Selasa (4/3/2025).
Menurut Irvan, besarnya dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat ke daerah termasuk di Papua belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Harus diakui, secara umum praktis dana desa belum menjawab kemiskinan dan ketimpangan yang terjadi diberbagai desa di seluruh Indonesia.
“Dana desa yang diharapkan menstimulus pembangunan kampung-kampung di Papua agar menjadi mandiri baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan masih jauh dari harapan”, ujarnya.
Irvan melanjutkan kemiskinan/kemiskinan ektsrim, ketimpangan, stunting dan gizi buruk di Papua sangat tinggi, diatas rata-rata nasional. Kerap terjadi masalah terutama korupsi, dan penyertaan modal untuk BUMDes yang efektifitasnya sangat rendah dan sebagainya.
Kesenjangan antara desa di wilayah barat dan timur Indonesia sangat nyata, dimana desa tertinggal lebih banyak ada di timur.
Berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) 2024, skor desa-desa di Indonesia timur hanya 22,3 persen atau dibawah rata-rata nasional yang tumbuh 25,8 persen. Sementara di wilayah Indonesia barat tumbuh 27,3 persen.
“Kampung-kampung di Papua sangat memprihatinkan misalnya kasus stunting hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 angka prevalensi stunting tertinggi pertama di Indonesia adalah Papua Tengah (39,4%), dan Papua Pegunungan (37,3%) di peringkat ke tiga”, imbuhnya.
Atas dasar inilah, PPASDA mendukung usulan Meki Nawipa agar ada regulasi khusus dalam bentuk program sehingga setiap kampung-kmapung di Papua dapat menggunakan dana desa sesuai dengan kebutuhan mendasar masyarakat.
Regulasi dalam bentuk program ini diharapkan mampu menghadirkan kemandirian kampung-kampung di Papua. Tentunya dengan pengawasan yang ketat dan transaparansi, optimalisasi pendampingan dari pendamping lokal desa (PLD) dan berbagai strategi lainnya dengan tetap mengedepankan kearifan lokal setempat.