Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melakukan gebrakan penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia dengan mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini mengubah aturan terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, yang sebelumnya didasarkan pada persentase kursi DPRD atau akumulasi suara sah partai politik.
Dalam putusan terbarunya, MK menetapkan ambang batas baru yang lebih relevan dengan perkembangan demokrasi saat ini. Ambang batas pencalonan kini disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah, baik untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) maupun Pemilihan Bupati/Walikota (Pilbup/Pilwakot).
Klasifikasi Ambang Batas Baru:
Pilkada Gubernur:
- DPT ≤ 2 juta: 10% suara sah
- DPT > 2 juta s.d 6 juta: 8,5% suara sah
- DPT > 6 juta s.d 12 juta: 7,5% suara sah
- DPT > 12 juta: 6,5% suara sah
Pilkada Bupati/Walikota:
- DPT ≤ 250 ribu: 10% suara sah
- DPT > 250 ribu s.d 500 ribu: 8,5% suara sah
- DPT > 500 ribu s.d 1 juta: 7,5% suara sah
- DPT > 1 juta: 6,5% suara sah
Apresiasi dan Analisis
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Penyelenggara Pemilu dan Pemerintahan (LP3KP), Olivia Pamela Dumatubun, menyambut baik keputusan ini. Menurutnya, langkah MK ini tidak hanya mencerminkan kepekaan terhadap dinamika demokrasi di Indonesia, tetapi juga memastikan bahwa proses pencalonan kepala daerah lebih inklusif dan adil.
“Putusan ini merupakan angin segar bagi demokrasi kita. Dengan adanya ambang batas baru yang lebih proporsional, peluang bagi calon kepala daerah dari berbagai latar belakang untuk berpartisipasi semakin terbuka. Ini adalah langkah penting dalam menciptakan kompetisi yang lebih sehat dan mendorong partisipasi politik yang lebih luas,” ungkap Olivia.
Analisis menunjukkan bahwa perubahan ini akan berdampak positif dalam mendorong keterwakilan yang lebih merata di berbagai daerah. Dengan menyesuaikan ambang batas pencalonan dengan jumlah pemilih tetap, MK telah memberikan ruang bagi partai-partai politik kecil dan calon independen untuk lebih bersaing secara adil.
Selain itu, langkah ini juga dianggap sebagai upaya untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memilih pemimpin daerah yang benar-benar representatif dan memiliki legitimasi yang kuat.
Keputusan MK ini jelas merupakan langkah maju dalam penguatan demokrasi di Indonesia. Dengan aturan baru yang lebih responsif terhadap kondisi aktual di lapangan, diharapkan proses Pilkada mendatang akan berjalan lebih dinamis dan menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas.